Merawat Cinta Di Balik Trali Besi Polsek Miru Timika - Sa Pu Catatan

Hot

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Senin, 02 Juni 2025

Merawat Cinta Di Balik Trali Besi Polsek Miru Timika



Mahasiswa eksodus di tahan saat protes rasime di timika, saat di tahan di polsek miru timika


 

Merawat cinta di balik terali besi menjadi pilihan terakhir saat situasi politik berbuah saat itu. Tepat bulan agustus 2019, rasisme pecah di surabaya, bagi orang papua, Bulan agustus adalah bulan rasisme , waktu itu tidak ada satupun orang papua yang menerima ujaran rasime yang menimpa kawan kawan papua di surabaya.

Ujaran rasisme yang terjadi tepat 16 - 17 agustus itu menimbulkan amarah terhadap mahasiswa papua di surabaya dan seluh tanah air papua. Hanya beberapa hari saja, isu tersebut tersebar sampai di pedalaaman papua.

Di indonesia mahasiswa aksi di berbagai wilayah, seperti di malang, jogja, bali, semarang, surabaya, bandung, jakarata dan beberapa daerah lain turun jalan untuk memprotes isu rasis yang menimpa mahasiswa papua di surabaya.

 

Kebetulan Bulan agustutus itu, saya berencana pulang ke papua untuk berlibur, sebenarnya bulan juli tetapi Saya daftarkan gratsela yeimo/ gege kuliah di warma akhirnya saya tunda di bulan agustus, pas itu mamanya juga datang untuk menghantar gege yeimo jadi saya berencana pulang dengan mamanya gege.

 

Sejak itu, Kapal di surabaya sandar tanggal 15 agustus, saya, mama gege, ida tebai, kami berangkat dari bali tangga 10 agus tus langsung ke surabaya. Saya dan brigida pergi bermain ke malang, sampai taggal 14 malam,lalu kami kembali ke surabaya langsung naik ke kapal di pelabuhan surabaya.

 

Sekitar satu minggu kami di kapal menuju nabire, sebelumnya  kapal sandar di pelabuhan makasar, banyak postingan yang beredar terkait rasisme. Di skuci kapal yang paling ujung, Saya kaget di beberapa media yang memosting terkait ujaran rasis di surabaya, postingan dengan kutipan kami bukan monyet semuanya beredar, di facebook facebook, poster poster, himbauan himbauan umum untuk konsolidasi mahasiswa dan rakyat papua untuk protes ujaran rasisme.

 

Sekitar beberapa jam, saya mulai fokus ikuti berbagai informasih saat sandar di makasar. beberapa jam kemudian, kapal mulai lepas landas dari pelabuhan makasar menuju nabire, gawai yang tadinya aktif itu mulai sunyi karena jaringan hilang di tenggah lautan.

Seuasi tiba di nabire, saya langsung naik ke paniai mengunakan mobil, sedangkan brigida tebai ke dogiai, dan mama gege ke rumahnya di nabire.

Setibanya di paniai, saya langsung menuju kebo kampung halaman saya, namun di kampung tersebut banyak yang bicara terkait rasisme yang terjadi di surabaya.

 

“Aniyoka ikii monyet kitiyake mete yoka kede(anak kalian yang dobilang monyet baru kalian ada pulang itu kah?, ucap yubelina, beu maa, ani kii yakai libur taine tiyake megaa/(bukan maa sa datang ke sini hanya mau libur), jawab sa dengan nada agak santai, “ooo maa kodo anii weneka, kouko yokagaido jawa makasar naa yoko meine tete ka”.

Habis saat itu belum ikuti perkebangan situasi baik, karena selama di kapal, hp saya mati dan tidak fokus juga di hp.

 

Isu rasisme yang terjadi di surabaya menjadi topik hangat di kalangan masyarakat paniai saat itu, saya terus gelisah dengan pembahasan yang terus memanaskan situasi. say memilih Hanya dua minggu di pania kebo, 2 hari di yagai dan 2 hari pougo jenggung bapa tua koteka yago.

Sekitar  dua minggu di kampung, sesudah itu saya langsung ke enarotali kota kabupaten paniai. Lalu berangkat ke timika dari bandara deiyai.

Naumn saat itu, saat saya tiba di Timika, aksi sudah selesai pagi, mereka aksi damai dan lumpuh kota timika untuk protes rasisme di kantor dpr yang berujung pada pelemparan batu hingga beberapa orang di tahan.

 

 

Mahassiswa eksodus

 

Tepat hari itu juga, tanggal 30 agustus 2019, Kawan kawan mengambil ahli untuk bentuk panitia penjempuatan mahasiswa eksodus timika.

Lemasa menjadi tempat untuk membahas penjemputan, dari kantor lemasa memberikan beberapa turk, mobil dan bis untuk penjemputan. Lemasa menjadi tempat sentral posko eksodus.

Teman teman mahasiswa papua yang kususnya selesai dari AMP, kami duduk membahas situasi politik dan bagiamana kedepan mahasiswa eksodus.

Karena saat itu banyak kepentingan yang masuk untuk memperlemah gerakan eksodus di timika.

Jadi kami yang berada di timika berusaha melihat ini dengan jelih agar tidak ada kepentingn kepentingan yang terselubung dalam mahasisswa eksodus.

 

Sekitar ribuan mahassiwa khusus timika pulang dari kota studi masing masing. mobil, bis dan truk pulang balik dari bandara dan pelabuhan terus menerus untuk menjemput mahassiswa eksodus saat itu, lalu menurunkan di lemasa, setelah itu beritahu untuk pulang ke rumah masing masing lalu balik ke posko lagi, untuk membicarakan teknisi selanjutnnya.

 

Posko mahasiswa eksodus, di tempatkan di lemasa sebagai posko sentral, tiap pagi siang, sore, malam  aktivitas terus lancar cerita dan diskusi terus menerus untuk menjaga api agar terus menyala. Saat itu mahassiswa yang baru balik dari jawa, makasar, sulawesi,ntb, ntt, bali dan sekitar di timika, kota timika  panas membara, suasana pun tegang.

 

 

 

Lika liku mahasiswa eksodus di timika

 

Bandara lama, besi kuni timika menjadi saksi bersama kawn kawan lama dari jawa khususnya AMP kami berbincang dan berterus terang. Membagi cerita, tukar pengalaman dan cerita soal ekosodus kedepan.  Seusai sebagai besar  mahasiswa timika tiba di posko eksodus, kawan kawan membawa mereka dan mengarahkan untuk  terlibat dalam diskusi diskusi dan aksi aksi yang akan di lakukan oleh sekretariat bersama kordinator wilayah timika.

 

Saat pemilihan kordinator berlangsung kami berharap kalau ada salah satu kawan yang paham situasi politik yang menjadi kordinator ekosodus timika agar dapat mengarahkan maasa eksodus dengan baik agar mampu melihat situasi dengan jeli . Puji tuhan leon senawatme terpilih selakuu ketua dan Ardy murib wakil, serta bendahara dan sekertaris  untuk memimpin mahasiswa eksodus.

Saat itu, puji tuhan, sesuai harapan kami, Ardi murib terpilih menjadi wakil kordinator. Ardi murib adalah salah satu mantan Amp di bali, tentu dia paham kondisi politik yang terjadi bahkan permainan elite elite lokal dan nasional serta internasional.

 

Diskus terus mengalir. Kami terus berjalan bersama pengurus eksodus dan bergandengan ardi dan pegurus mahasiswa eksodus lainnya.

 

Karena melihat situasi politik tersebut, kami membuka beberapa sektor kordinator di wilayah kota timika.

Sektor pertama di kwamki lama, sektor kedua di jalur lima, sektor ke tiga di SP 12, sektor ke empat di Kilo tujuh, sedangkan sektor yang lain adalah di berbagai kompleks di kota timika sedangkan sekret bersama posko umum mahasiswa ekodus di kantor lembaga Masyrakat Adat Amungme  (LEMASA) di jalan timika indah, kota timika.

 

Selain sekber di lemasa, Kami membuat sektor sektor di kampung dan kecamatan agar menjadi nafas perjuangan mahasiswa eksodus, dan agar mampu menhidupkan perjuangan di basis sektor agar tidak boleh diam dan terus bersuara.

 

Berjalannya waktu, situasi mulai berubah, seruan dari para orang tua dan kordinator eksodus menghimbau untuk acara syukuran mahasisiwa eksodus  berlangsung namun sebagian dari kami khususnya kawan kawan yang memiliki pembacaan kritis agak tidak terima dengan ini, karena sebagain ikuti kepentingan kolonial dan kolonial terselubung dalam mahasiswa eksodus.

 

 

Kami tidak terima rayuan kolonial

 

Eliete elite dan pemerintah Kolonial mulai datang mempengaruhi kami satu persatu, apa lagi yang mengaku senioritas, di ajak secara dia diam. kami mendapatkan informasi informasih itu semua, bahkan pembacaaan situasi berlangsung kawan kwan menilai demikian, mereka beberapa orang yang mengaku senior senior di timika memanfaatkan situasai ini untuk melemahkan mahassiswa.

 

Kami yang menolak rayuan kolonial. saya, ardi murib, yulim kum, pertus aim, yosep pinimet, dan beberapa kawan kawan lain, serta kawan kwan knpb, getar, tokoh agama lainnya sepakat untuk adakan posko induk yang independen di timika.

 

Tepat tanggal 30 agustus kami bersepakat untuk diskusi di kali pindah pindah jalan baru, trans Timika- deiyai, kami mendrop 2 turk dan satu pikap serta mobil dan motor.

Akhir dari hasil pembahasannya kawan kawan sepakat untuk membagun posko baru di kuburannya kelik kualik bundaran timika indah.

 

 

 

Merawat cinta perjuanagn  di trali besil

 

 

Pada pagi hari kota timika di warnai wisisi dan uga, sesuai kesepakatan bersama. Di kali pindah pindah jalan tras timika deiyai. Kami santai di kuburan kelik kawalik untuk membuat posko eksodus  sentra yang independent.

 


Walaupun saat itu sebagian yang lain angkat batu, daun dan babi serta hiasan untuk ucapan sukuran eksodus di kantor lemasa.

 

Kami membagi tugas, Ardi murib mengurus kawan kawan lain di posko eksodus di lemasa, sedangkan saya, yulminus, sances, stela, ros, noviska, ronal, dan beberap kawan kawan persiapan untuk menaikan spanduk di kuburan kelik kwalik.

 

Di lemasa, Beberapa jam kemudian polisi datang dengan tanpa sopan santun, naik di atas pagungung syukuran dan  mengagkat senjata dan menyurus mahasiswa dan orang tua bubar dari tempat jika tidak bubar akan di tembak. “Kalian bubar, kalian  buat acara acara apa di sini, sekarang semua bubar, ucap komandan polisi. 

Bubar kenapa kami hanya syukuran karena anak anak dan adik adik kita baru pulung dari tempat study, ucap ardi. 

Sekali lagi buabar, 9, 8,7,6,5,  ucap komandan polisi saat senjata di tas tangan,

Saat itu polisi tidak menghargai  budaya orang papua sama sekali, babi yang mau di makan sedikit lagi kini tinggal kehaburan dan hancur karena di injak injak.

 

Wakil kordinator ardi murib memprotes kasi polisi yang tidak sopan tersebut tetapi dia  dan beberapa kawan kawan di tahan di porles mimika, ardi dan di suruh bertanggung jawab atas acara tersebut. Di sepanjang jalan kesehatan, jalan mambesak, jalan perjuangan. Kawan kawan mulai ambil batu, parang dan anak panah untuk melawan polisi.

 

Kami yang berada di kuburan kelik kwalik, polisi datang dan menangkap tanpa masalah, tetapi mereka memakai dengan alasan  kalau kami mau buat satu posko tersebut. namun Tidak tahu polisi dengar isu ini dari mana?.

Seuasi berjalannnya beberapa jam, matias di tahan, bersama stela tebai, ros koga, noviska koga, ronal tebai.

 

Melihat hal itu terjadi, saya dan sances tabuni memobilisasi massa yang adalah di posko dan di jalan jalan dan aksi di depan porles mimika untuk bebaskan kawn kwan kami yang di tahan.

 

Namun kami di pukul oleh polisi dan di seret masuk ke porles, saat itu saya kena pukulan dengan panta senjata di kepala dan di bagian belakang hingga hampir pingsan, untuk pas itu ada air jadi agak sadar diri.

 

Saat kami dalam porles mimika, Kami bertemu dan tersenyum sedih di trali. Pas itu, Saya dan beberapa kawan kawan lain di ruang nomor 2 sedangkn tiga kawan perempuan yang di tahan pertama yaitu stela, noviska, ros dan tias serta ronal di kamar nomor lima. Mereka kaget kalau kita sama sama di tahan di porles tersebut. Saya lihat mereka air mata mulai jatuh. noviska, stela, dan ros mulai jatuh air mata seketika melihat kami lagi bersama mereka dalam porles. Pas itu, sa juga agak sedih tapi berusaha bertahan.

 

Doc. saat di tahanan. Noviska, stela dan ros saat di tahan di polres mimika 2019


Waktu terus berjalan, setibahnya sore, kami 10 orang laki laki dan 3 perempuan. Bagi aki laki yang di tahan karena rasisme di pindahkan ke polsek miru kuamki baru, di bagian tahanan laki laki sedangkan perempuan mereka tetap di porles mimika.

 

Di dalam polsek miru, kami melakukan banyak diskusi, dan pembacaan situasi politik yang terjadi, bahkan beberapa kawan rencananya buat kaco dan untuk menikan isu, saat itu pikiran kami adalah kami di tahan dan mati di dalam polsek lebih baik yang penting isu papua merdeka naik.

Di Ruangan polsek yang tidak terlalu besar, banyak tempat yang bocoran apalagi saat hujan kami tidak bisa tidur dalam penjara itu, kadang menyakiti hati namun menyesuaikan dengan apa yag ada.  

 

Walaupun begitu, Diskusi terus mengalir, kami berusaha cara untuk merawat isu, bagaikan merawat cinta setulus hati, di penjara trali besi polsek miru timika. harapan kami papua merdeka itu harus terwujud, polisi mau buat seperti apa itu urusan polisi, yang penting isu naik dan papua cepat merdeka.

Apa lagi saat itu gustaf kawer selaku penasehat hukum datang jenggung kita dan memberi nasehat hukum, memberi semangat, di tambah lagi pendeta gembala memberi semangat untuk kami generasi mudah saat itu.

 

Namun ada beberapa yang juga menjadi faktor lain untuk pertimbagan bagi kami, pertama adalah kawan indonesia yang di tahan, kawan tersebut adalah solidaritas FRIWP yang saat itu di timika, ia juga di tahan saaat itu bersama kawan kawan karena ia kedapatan terlalu mendukung papua saat ucapan syukuran eksodus di lemasa itu. Dia di pukul sampai babak belur dalam penjaran.

 

Kawan FRIWP berkata “kalian itu tidak papa, tapi saya ini akan lebih berbahaya, saya ini orang indonesia yang mendukung papua merdeka, polisi akan buat saya yang tidak baik, mereka akan pulangkan saya di jawa, jadi bisa pertimbangkan. Perjuangan papua itu masih panjang, kitong kan bicara sam sama jadi kam harus lihat saya ini”.

 

Kata kata ini menjadi pukulan bagi kami, akhirnya kami menjaga dan berusah meloloskan agar di tidak di tanya tanya oleh polisi, intel bahkan yang lainnya.

 

Sekitar lima hari di polsek setelah itu kami keluar,

Lalu lakukan pelawanan dan pekuat di basis basis.

Posko eksodus lama kelamaan tidak eksis seperti sebelumnya, kami lebih perkuat di basis basis karena basis adalah kekuatan bagi kami.


Memilih bertahan dengan keyakinan

Masuk bulan november kami mulai merubah strategi tempat, tempat pertama di lemasa dan kedua di rumah 66. di tempat inilah kami lakukan diskusi dari materi sampai konsolidasi konsolidasi, kami beusaha bertahan.

Sebagian banyak yang memilih untuk kembali ke rumah dan tidak bertahan di posko, ada juga yang balik ke kota studi.

Bagi kami, saya, ardi, yuliminus, pertrus dan beberapa lainnya memilih untuk bertahan di tempat ini untukk menjaga api perjuangan.

 

Diskusi mengalir  apalagi di beberapa kompleks kuamki baru. Jalan baru dan rumah perjuangan 66, di tempat ini kami emilih belajar dan bertahan di sini, hingga melakukan pengorganisiran di basis orang amungme.

 

Berusaha bekebun dan menanam untuk mempertahankan hidup, yaa lumyang, kerja kolektif tersebut mejadi teladan yang baik saat menjaga api perjuangan itu. Perjuangan itu terus berlanjut, setelah mengenal orang tua tua, di gereja dan di hutan. Suatu ketika mereka ajak untuk ikut mereka ke hutan kali kopi bersama kawan kawan lain, tapi soal ini nnti kita bahas di topik lain..

 

Selain itu Mama ema memberikan saya tugas untuk memberi pemahaman ke anak anak amungme dan menjaga honai 66 dengann baik, karena honai inikadang orang tidak jelas masuk sembarang.

 

“Yesaya, ini ao punya rumah, jadi siapa yang datang bawah perempuan, atau minum baru datang, atau orang tidak jelas, ao suruh pulang dan marah mereka, ini ao punya rumah”. ucap mama ema yang lagi bersih bersih keladi.

Kata kata ini terpukul bagib  saya. Di sini saya mulai pertegas dan disiplin karena ini adalah rumah perjuangan. Bagi saya terima kasih untuk kepercayaan yang luar biasa dari mama ema. Karena selam ini belum ada yang di bilang begitu.

 

Begitu juga, di sampaikan oleh paitu amungme pade leo saat kami ke kebun miliknya di nawaripi, dia ceritakan panjang lebar terkait perjuangan di hutan dan rumah perjuangan.

“Tadi mama ema bilang itu benar, rumah itu bahaya, mama de lihat ao agak baik itu yg dia bilang jadi nanti ao sesuaikan, anak anak biasa  masuk tidak tahu sopan lagi jadi”, ucap leo saat di kebun lagi kupas tebu.

Hari itu memang asik, Selain itu Saya dan ardi pergi ke sp tiap minggu sekali, kadang bermalam di sana, kadang langung balik ke kota lagi.  Demi Untuk mengorganisir dan pembagunan Masyarakat Adat Independent Papua (MAI-P) di sp 12 timika.

 

 

Tidak ada kepemimpinan revolusionerr

 

Semua mengeluh tentang kepemimpiann revolusioner. Setiap posko eksodus seperti di jayapura nabire, sorong dan beberapa lainnya juga sama, binggung mau bawa perjuangan anti rasisme ini ke mana.

Kami ketemu yusni iyowau saat itu dia sebagai ketua posko umum rasis yang bertempat di jayapura. Ia sempat ke timika  dan ketemu kami namun kesimpulan kami sama sebenarnya yaitu siapa yang siap jadi pemimpina untuk arahakan perjuangan ini.

 

Untuk di timika,  beberapa basis tersbeut masih eksis dan terus lakukan pertemuan pertemuan jadi jika mobilisasi itu agak mudah.

Namun begitulah, akibat tidak adanya ketiadaan revolusioner dan belum ada yang siap jembut bolah rasisme akhirnya seuanya biasa biasa saja.

Yusnni juga update perkebangan di kota jayapura katanya dibeberapa tempat juga sudah mulai balik ke kota studinya masing masing. “Di jayapura, nabire, sorong dan beberpa tempat itu, dong updete kalu su balik ke kota studi di jayapura lagi begitu”  ucap yusni di kesempatan itu.

Akhirnya perjumpaan itu berakhir hingga sore, saya dan ardi yulim lanjutkan perjalanan